Bab
I
Pendahuluan
Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq,rahmat dan
hidayahnya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Shalawat serta swalam tak lupa kami haturkan pada
junjungan kita nabi agung Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang bab
thaharah yang meliputi penertian thaharah, istinja’, wudlu, mandi, dan tayammum.
Salah satu keistimewaam islam yang
sangat menonjol ialah tentang perhatiannya terhadap kesucian dan kebersihan
seseorang, baik jasmani maupun rohaninya
Bab
II
Pembahasan
Pengertian thaharah
Kata thaharah berasal dari bahasa
arab yang secara etimologi berasal dari
kosa kataيطهر- طهرا- طها ر –طهر yang berarti suci,
lawan dari haid. Dengan kata lain thaharah merupakan keadaan yang terjadi
sebagai akibat hilangnya hadas atau kotoran.
Hadas terdiri dari 2 macam yaitu
hadas kecil dan besar. Hadas kecil adalah suatu keadaan seseorang yand dapat
disucikan dengan wudlu atau tayammum sebagai ganti dari wudlu. sedangkan hadas
besar adalah suatu keadaan seseoarng yang mesti disucikan dengan mandi atau
tayammum sebagai pengganti dari mandi.
Thaharah merupakan salah satu
syarat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. Untuk melakukan shalat
umpamanya,seseorang terlebih dahulu melakukan wudlu dan membersihkan najis yang
melekat dibadannya. Demikian juga halnya dengan puasa yang tidak boleh
dilakukan oleh orang yang dalam keadaan haid dan nifas.
Istinja’
Secara etimologi istinja’ berasal
dari kata النجو yang artinya adalah benda yang keluar dari perut. Kata استنجى berarti membasuh
dengan air atau menyapu dengan batu. Secara terminology istinja’ adalah
menghilangkan najis dari qubul atau dubur , baik dengan membasuh maupun dengan
menyapu atau menyeka. Secara khusus
membersihkan najis dengan batu atau benda-benda keras lainnya yang disebut
dengan istijmar. Hokum istinja’ dan istijmar adalah wajib demikian menurut
pendapat jumhur ulama’.
Para
ahli fiqih menetapkan beberapa hal yang menjadi rukun dalam beristinja’ sebagai
berikut :
1. Mustanjin, yaitu orang yang beristinja’
2. Mustanji bih, yaitu alat untuk
beristinja’ seperti air dan batu
3. Mustanji minhu, yaitu najis yang keluar
dari 2 jalan
4. Qubul atau dubur yang akan dibasuh
Wudlu
Wudlu secara etimologi berarti
kebersihan. Kata الو ضو ء dengan dhummah الو
ا و
adalah nama bagi suatu perbuatan, yaitu menggunakan air bagi anggota badan
tertentu. Sedangkan الو ضو ء dengan fathah الو
ا و
adalah nama air yang dipakai untuk berwudlu.
Secara terminologi :
a. menurut kamil musa
wudlu adalah sifat yang nyata (suatu perbuatan yang dilakukan dengan
anggota-anggota badan yang tertentu) yang dapat menghilangkan hadas kecil yang
ada hubungannya dengan shalat.
b. menurut wahbah zuhayli
seorang ahli fiqh dari Syria,mengutip
dari kitab kasyf al-Qina’ wudlu adalah memakai air yang suci pada anggota badan
yang empat (muka, dua tangan, kepala dan dua kaki) berdasarkan sifat yang
ditentukan oleh syara’.
Mandi
Mandi menurut bahasa adalah suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia dengan cara mengalirkan air kebadannya.
Dalam bahasa arab mandi disebut dengan al-gusl الغسل. Penertian al-gusl
juga mencakup kepada air yang ddipergunakan untuk mandi.
Adapun menurut istilah mandi adalah menggunakan atau mengalirkan air yang suci untuk
seluruh badan dengan cara yang ditentukan oleh syara’.
Sebab-sebab yang mewajibkan mandi:
1. Jima’ (bersetubuh),
disebut juga dengan bertemu dua khitan. Ulama’ sepakat bahwa bentuk
persetubuhan yang mewajibkan mandi adalah masuknya sebagian atau seluruh dzakar
(kemaluan laki-laki) kedalam qubul atau dubur wanita, walaupun tidak keluar
mani. Jika perbuatan ini telah terjadi maka mandi diwajibkan atas kedua
pelakunya.
2. Keluar mani (sperma).
Menurut kebiasaan ada dua hal yang menyebabkan keluarnya mania tau sperma,
pertama karena melakukan hubungan seksual, yang kedua selain dengan hubungan
seksual diantaranya karena memandang tubuh wanita, menghayal melakukan hubungan
seksual, bercumbu, atau berciuman, dan
ada pula yang disebabkan oleh penyakit atau penganiayaan seperti pukulan pada
tulang sulbi
3. Bermimpi keluar mani.
Seseoarang yang bermimpi kemudian setelah bangun dari tidurnya ia menemukan kelembaban pada kain,badan atau dipermukaan
kemaluannya,maka dia wajib mandi,kecuali benar-benar terbukti bahwa yang basah
itu bukan mani.adapun orang yang meragukan apakah yang keluar itu mani,mazi
atau yang lain,maka dalam rangka menerapkan sikap ke hati-hatian dia diwajibkan
mandi.
4. Darah haid atau
nifas. Haid adalah darah yang keluar dari rahim wanita dalam kondisi sehat,
tidak karena melahirkan dan tidak pula karena sakit. Sedangkan nifas adalah
darah yang keluar mngiringi kelahiran anak. Wanita yang kedatangan haid atau
nifas menurut kesepakatan ulama’ diwajibkan mandi setelah berhenti darah
tersebut.
5. Meninngal duia
seoarng muslim, kecuali orang yang mati
syahid. Kewajiban memandikan orang muslim yang meninggal dunia ditetapkan
berdasarkan hadist yang berarti “mandikanlah olehmu dengan air dan bidara (HR Muttafaq’alaih).
E. tayammum
Secara etimologi tayammum berarti menyengaja. Dalm
terminology fiqih diartiakn dengan menyampaikan tanah kemuka dan dua tangan
sebagai ganti dari pada wudlu dan mandi dengan syarat-syarat tertentu.
Sebab-sebab yang membolehkan tayammum:
- Dalam
keadaan tidak ada air
- Tidak
ada kemampuan untuk memakai air
- Dalam
keadaan sakit
- Membutuhkan
air
- Takut
kehilangan harta jika mencari air
- Keadaan
sangat dingin
- Tidak
ada alat untuk mengambil air
- Takut
habis waktu shalat
Bab
III
Penutup
- Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa thaharah meliputi istinja’, mandi, wudlu dan tayammum. Dalam melaksanakan
ibadah kita harus terlebih dahulu mensucikan diri kita dari hadast kecil maupun
besar, sehingga dalam melaksanakan ibadah kita dapat dengan khusyu’
menjalankannya dan tanpa merasa was-was.
- Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami
susun. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, akhir kata penulis menyadari
bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakn langkah awal yang
masih banyak memerlukan perbaikan. Karena itu kami sangat mengharapkan
tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah kami yang
selanjutnya.
Daftar
pustaka
Ritonga
rahman, zainuddin. 1997. Fiqih ibadah. Jakarta:gaya
media pratama
Al-hadrami
salim ibnu samir. 2004. Ilmu fiqih (safinatunnaja). Bandung : sinar baru algensindo
Suparta,
ghufron ihsan. 1994. Fiqih. Semarang: PT karya toha putra